Setiap tahun di bulan Agustus negeri ini
diwarnai dengan hiruk pikuk perayaan hari kemerdekaan. Umbul-umbul, baliho dan
segala pernak-pernik bernuansa merah putih menjamur seluruh di penjuru
nusantara. Berbagai macam lomba dihelat mulai dari panjat pinang, balap karung,
gerak jalan hingga puncaknya diakhiri dengan pelaksanaan upacara detik-detik
proklamasi pada tanggal 17 Agustus. Segala aktivitas tersebut merupakan bagian
dari seremonial dalam rangka mengenang serta memperingati kemerdekaan bangsa
Indonesia yang merupakan hasil perjuangan panjang para pahlawan dalam melawan
penjajah.
Seremonial hanyalah merupakan instrumen
yang digunakan agar jasa para pahlawan selalu dikenang sehingga tidak dilupakan
begitu saja. Sejatinya, ada hal penting yang harus dipahami sebagai anak bangsa
dalam memaknai kemerdekaan dengan pemahaman yang utuh dan secara menyeluruh
bukan hanya dengan bernostalgia dengan sejarah. Kiranya ada 3 hal penting yang
mesti dimiliki agar kemerdekaan bangsa
ini tidak menjadi sia-sia.
Yang
Pertama,
Mengubah paradigma berpikir tentang
perjuangan kemerdekaan. Paradigma berpikir adalah fondasi awal yang harus
dibentuk guna mendapatkan pemahaman yang sempurna. Sebagian dari kita terkadang
memahami perjuangan kemerdekaan hanya sebatas perlawanan melawan penjajah dan mengharapkan setelah itu negeri ini akan makmur
dan sejahtera. Realitanya ternyata berkata lain, setelah mengecap kemerdekaan
bangsa ini ternyata menghadapi tantangan baru. Mulai dari tidak stabilnya
negara di masa Orde Lama, rezim pemerintahan otoriter di era Orde Baru, kebebasan
yang terlalu berlebihan di zaman Reformasi yang mengakibatkan muncul rezim
media informasi, belum lagi intervensi Asing yang masih begitu kuat sehingga
kita terlihat seperti tamu di rumah sendiri dan segudang persoalan lain yang
belum terselesaikan. Olehnya itu yang harus dipahami bahwa merdeka dari
penjajahan bukan berarti perjuangan kemerdekaan telah berakhir, karena sesungguhnya
itu hanyalah salah satu tugas yang telah diselesaikan oleh pendahulu dan tak
bisa dipungkiri tabiat dasar dari perjuangan memang panjang, bagai tongkat estafet yang akan terus
berlanjut dan kini diberikan kepada kita dengan tantangan dan bentuk perjuangan
yang berbeda.
Yang
Kedua, Memiliki rasa optimisme serta
menanamkan mental pejuang. Kita mungkin masih ingat kata-kata ini, “ Berikan
aku seribu orang tua maka akan kucabut gunung Semeru hingga akar-akarnya akan tetapi
berikan aku sepuluh pemuda maka akan kuguncangkan dunia”. Ini adalah perkataan
Bung Karno yang sarat akan ruh optimisme, perkataan tersebut bukan hanya
sekedar angin belaka akan tetapi benar-benar dibuktikan dengan hasil dari perjuangan yang kini kita
nikmati. Rasa pesimis, itu adalah penyakit yang banyak diderita anak bangsa
saat ini bahkan ada diantara kita yang menganggap Indonesia menjadi sejahtera
itu adalah sebuah mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan. Padahal
mereka lupa bahwa dahulu di awal kemerdekaan Indonesia menjadi negara yang
berpengaruh di kancah internasional. Kalau ditelaah bahwa ternyata kemerdekaan
bangsa ini pernah diimpikan seorang Patih Majapahit, Gajah
Mada di ratusan tahun lalu yang berusaha menyatukan nusantara. Kalau seorang Gajah
Mada saja yang ratusan tahun lalu yang tetap berjuang dan optimis dengan mimpi
menyatukan nusantara maka kita sebagai
orang-orang yang telah menjadi bagian dari mimpi Gajah Mada maka harus lebih
optimis dan mempunyai mimpi serta visi untuk memperjuangkan kemerdekaan kesejahteraan
Indonesia. Sebab itu bukanlah sebuah hal
yang mustahil bahwa ia akan terwujud karena buktinya kita saat ini adalah
bagian dari mimpi dan visi pendahulu kita. Hal ini sesuai sebagaimana perkataan
Hasan Al Banna yang menyebutkan bahwa Kenyataan hari ini adalah mimpi hari
kemarin dan mimpi hari ini adalah kenyataan hari esok.
Yang
Ketiga, Proaktif mengisi
kemerdekaan dengan tindakan nyata. Rasulullah SAW bersabda Khairunnas Anfahum Linnas ( Sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain), hadist ini paling tepat
menggambarkan tentang maksud dari proaktif dalam tindakan nyata. Jika kita
membaca Sirah Nabawiyah kita akan
menemukan bagaimana Rasulullah SAW adalah orang yang paling proaktif mengisi
perjuangannya dengan tindakan kebaikan yang nyata melalui keteladanan akhlaknya
yang mulia. Rasulullah SAW tidak hanya menggunakan kemampuan beretorika yang
fasih atau hanya sekedar menyampaikan wahyu lantas diam dan tidak berbuat
apa-apa, akan tetapi Rasulullah SAW terus mengisi perjuangannya dalam
menyebarkan syiar Islam dengan melakukan tindakan sosial yang patut dijadikan
contoh, seperti menjenguk tetangga yang sakit, berbuat baik kepada pengemis
buta walaupun pengemis itu selalu yang menghinanya setiap hari.Hal itu terus
dilakukan sehingga seluruh hidupnya terisi dengan perjuangan bukan terisi
dengan keluhan. Maka akhir dari semua itu Allah menyampaikan wahyu terakhir-Nya
dan memberikan apresiasi kepada perjuangan Rasulullah SAW dengan meridhoi Agama
Islam serta menyempurnakan risalah-Nya menjadi paripurna. Jika kita kaitkan
perjuangan Rasulullah SAW dengan perjuangan para pahlawan Indonesia, maka kita
akan menemukan sisi kemiripan dalam hal mengisi perjuangan dengan tindakan
nyata, misalkan kita bisa melihat bagaimana Bung Karno ketika diasingkan di
Bengkulu di tahun 1938, beliau mengisi aktifitasnya dengan tindakan positif
yaitu membagikan ilmunya kepada pemuda-pemuda Bengkulu. Inisiatif seorang Haji
Samanhudi di tahun 1905 untuk membentuk organisasi Sarekat Dagang Islam yang
bertujuan untuk memperjuangkan peningkatan kualitas ekonomi pedagang muslim
pribumi agar dapat bersaing dengan pedagang Cina. Semua aktifitas itu akhirnya menjadi tiang penyangga yang menguatkan visi kemerdekaan
dan menjadi jalan pembuka menuju Indonesia Merdeka.
Demikian kiranya yang harus kita pahami
dalam memaknai sebuah kemerdekaan. Kemerdekaan 17 Agustus 1945 hanyalah langkah
awal dari sebuah perwujudan visi untuk melepaskan diri dari penjajahan bangsa
asing yang tertanam dan diperjuangkan kurang lebih selama 350 tahun. Tugas itu
kini berada dipundak kita untuk terus
dilanjutkan hingga terwujudnya cita-cita kemerdekaan Indonesia. Olehnya itu
Kencangkan ikat pinggang, singsingkan baju, teruslah berjuang dan jadilah
pahlawan. Dirgahayu ke-70 Republik Indonesia, Merdeka!.
Sudah dirilis di Malut Post Edisi Sabtu 15 Agustus 2015.