Selasa, 27 Oktober 2020

Kebangkitan Pemuda


Rabbku menerbitkan matahari di sebelah timur dan menenggelamkannya dibarat. Maka terbitkanlah ia dibarat. 
Argumentasi lantang Pemuda cerdas bernama Ibrahim as membuat Namrudz sang Diktator berang dan memutuskan membakar sang Pemuda, namun itu tak berguna sebab Pemuda itu bersama Rabbnya.

Dengan sebuah tongkat Pemuda bernama Musa as, meruntuhkan hegemoni para penyihir dan berhasil menggaet mereka menjadi Pembela Agama Allah dan menggetarkan Singgasana Fir'aun.

Begitupula Para Pemuda Ashabul Kahfi berdiri tegak dan berani mengatakan Rabb kami adalah Allah dihadapan Rezim Romawi Raja Dikyanus. Kegigihan mereka dibalas Allah dengan terwujudnya janji Allah atas mereka.

Hal serupa juga dilakukan Ali bin Abi Thalib pemuda belia yang siap sedia mengganti Rasulullah saw di tempat tidurnya padahal ada ancaman nyawa yang mengancam

Seorang Pemuda bernama Hasan Al Banna di usia 22 tahun mampu mendirikan Ikhawanul Muslimin dan gerakan Revolusionernya menggetarkan jiwa masyarakat dan mampu merekrut ribuan orang untuk menjadi Mujahid Islam hanya dalam waktu beberapa tahun

Resolusi Jihad KH Hasyim Asy'ari mampu menggetarkan jiwa Pemuda 25 tahun bung Tomo yang akhirnya berorasi dan bertakbir menyemangati para pejuang dan pada akhirnya lahirlah para superhero.

Maka dalam catatan sejarah telah mencatat bahwa Peradaban Islam dibentuk dengan prestasi gemilang para pemuda. Maka dimanakah kini wahai Asyabab adakah kita bangkit melawan penindasan, ketidakadilan, kebatilan ataukah kita hanya bisa diam seribu bahasa dan hanya bisa menjadi penonton atau bahkan tertidur.

Bangkitlah wahai Pemuda Sungguh estafet bangsa ini ada di tanganmu ada diatas kebenaran Dien ini yang engkau Emban. Hiasi bangsa ini dengan karyamu, lantanglah dalam melawan kebatilan dan jadilah kalian penyeru kebenaran diatas dienul Islam yang lurus ini.

Berdirilah diatas kebenaran, lantangkan suaramu untuk hentakkan kedzaliman, panjangkan nafasmu dalam medan perjuangan, tetaplah bergerak walau ragamu letih hingga meleburlah keletihan itu sampai kelak kau berjumpa dengan sang revolusioner perubahan Rasulullah saw di Surga-Nya Allah swt.

Selamat Sumpah Pemuda 28 Oktober 2020

Jailolo, 28 Oktober 2020

Minggu, 16 Agustus 2020

Merdeka atau Mati

Merdeka atau mati, semboyan Pejuang terdahulu yang senantiasa bergema untuk memotivasi semangat perjuangan.
Merdeka atau mati serupa dengan semboyan Isy Kariman au mut syahidan (Hidup Mulia atau Mati Syahid) semboyan seorang muslim dalam menegakkan nilai keilahian.
Semboyan ini bukanlah semboyan radikal akan tetapi semboyan ini adalah bagian dari nilai identitas dan harga diri bangsa. Bahwa Merdeka adalah kemuliaan hidup dan mati diatas perjuangan kemerdekaan adalah sebuah kehormatan tertinggi.

Dahulu para pejuang berjuang agar merdeka dari cengkeraman penjajah. Perjuangan yang ditebus dengan harta, resiko pengasingan dan bahkan kematian.

Kesemua itu setelah melalui perjalanan panjang maka dengan rahmat Allah pada 17 Agustus 1945. Bangsa ini merdeka. Gegap gempita semua menyambutnya. Akhirnya setelah sekian lama bangsa ini merdeka dari cengkeraman penjajah.

Tapi apakah sudah usai perjuangan kemerdekaan ? Ternyata tidak, masih ada perjuangan lagi untuk pengakuan kedaulatan, pertarungan ideologi, pemberontakan dan pada akhirnya Pancasila menjadi ide untuk menyatukan kesemua itu.
Setelah semua itu proses pembangunan negara ini berjalan dan
Apakah ini sudah usai ternyata tidak, muncul hal baru kesenjangan ekonomi, tidak merata pembangunan, pengekangan ide dan sikap otoriter, dan pada akhirnya masa-masa itu terlewati pada momentum Reformasi 1998.
Ada angin segar terhadap momentum ini, Tuntutan Tritura, Kebebasan berekspresi dan lainnya menjadi hal yang diperjuangkan.
Setelah ini apakah berakhir? Belum, kebebasan berekspresi dan kebijakan yang berubah menghasilkan banyak konflik yang muncul, Konflik Horizontal dan segudang persoalan lainnya. Setelah melewati beberapa waktu semuanya teratasi, Namun apakah usai, ternyata tidak. 
Memasuki era digital, perang urat syaraf terus berlanjut, Isu SARA, isu politik. Kabar HOAX menjadi laku musuh utama saat ini. Belum lagi berbagai ketidakadilan yang masih tampil di negeri ini.
Tak terasa 75 tahun Negara Merdeka, dan kita masih terus berjuang agar bisa merdeka dari semua cengkeraman yang bukan hanya penjajah tapi juga dari ketidakadilan dan kesewenangan.
Perjuangan masih panjang bung, tetaplah berjuang pilihannya hanya satu berjuang hingga mencapai tujuan atau mati diatasnya.

Dirgahayu RI ke-75
Jailolo, 17 Agustus 2020 

Minggu, 24 Mei 2020

Sahabat Sejati

Ketika Orang-orang beriman selamat dari api neraka, demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya tidak ada seorangpun diantara kalian yang peduli kepada orang lain melebihi kepedulian kaum mukminin pada hari Kiamat terhadap saudara-saudara mereka yang masuk neraka. Mereka berkata" Wahai Tuhan kami, mereka dulu puasa, shalat dan haji bersamaan-sama kami!" Dikatakan kepada kaum mukminin tersebut, " Siapa saja yang kalian kenal, maka keluarkan dari dalam neraka. Namun ada diantara mereka yang betisnya hangus dimakan api neraka dan adapula lututnya hangus dimakan api neraka.... ( Potongan HR. Bukhari dan Muslim, dalam kitab Hadil Arwaah ila biladil Afraah karya Ibnu Qayyim Al Jauzi hal. 432 cet. Darul Falah Jakarta 2011)

Sahabat sejati adalah sahabat yang lekat dalam keimanan, sahabat yang mampu mencintai kita melebihi cinta kepada dirinya. Sahabat yang senantiasa menyertai dalam ketaatan kepada Allah. Mereka bersahabat karena diikat atas dasar taat dan iman bukan atas dasar tendensi dan kepentingan. Tak ada yang diinginkan kecuali bersama dalam kebaikan dan watawa sau bil haq watawa sau bis sabr.

Duhai sahabat jika kau tak menemukanku dalam barisan yang selamat maka  adukanlah kepada Allah tentang diriku. Agar kita bisa bersama sekali lagi dalan naungan ridha- Nya didalam surga.

Wahai sekalian, janganlah kalian meremehkan sahabat yang senantiasa mengajak dalam ketaatan karena bisa jadi dialah yang akan mengadukan kita kepada Allah untuk diselamatkan

Wahai sahabatku, uhibbukafillah tetaplah membersamaiku di jalan ini hingga kita bersama berjumpa dengan Rabb kita di Syurga-Nya.




Kamis, 20 Agustus 2015

MEMAKNAI KEMERDEKAAN




Setiap tahun di bulan Agustus negeri ini diwarnai dengan hiruk pikuk perayaan hari kemerdekaan. Umbul-umbul, baliho dan segala pernak-pernik bernuansa merah putih menjamur seluruh di penjuru nusantara. Berbagai macam lomba dihelat mulai dari panjat pinang, balap karung, gerak jalan hingga puncaknya diakhiri dengan pelaksanaan upacara detik-detik proklamasi pada tanggal 17 Agustus. Segala aktivitas tersebut merupakan bagian dari seremonial dalam rangka mengenang serta memperingati kemerdekaan bangsa Indonesia yang merupakan hasil perjuangan panjang para pahlawan dalam melawan penjajah.

Seremonial hanyalah merupakan instrumen yang digunakan agar jasa para pahlawan selalu dikenang sehingga tidak dilupakan begitu saja. Sejatinya, ada hal penting yang harus dipahami sebagai anak bangsa dalam memaknai kemerdekaan dengan pemahaman yang utuh dan secara menyeluruh bukan hanya dengan bernostalgia dengan sejarah. Kiranya ada 3 hal penting yang mesti dimiliki agar  kemerdekaan bangsa ini tidak menjadi sia-sia.

Yang Pertama, Mengubah paradigma berpikir tentang perjuangan kemerdekaan. Paradigma berpikir adalah fondasi awal yang harus dibentuk guna mendapatkan pemahaman yang sempurna. Sebagian dari kita terkadang memahami perjuangan kemerdekaan hanya sebatas perlawanan melawan penjajah dan  mengharapkan setelah itu negeri ini akan makmur dan sejahtera. Realitanya ternyata berkata lain, setelah mengecap kemerdekaan bangsa ini ternyata menghadapi tantangan baru. Mulai dari tidak stabilnya negara di masa Orde Lama, rezim pemerintahan otoriter di era Orde Baru, kebebasan yang terlalu berlebihan di zaman Reformasi yang mengakibatkan muncul rezim media informasi, belum lagi intervensi Asing yang masih begitu kuat sehingga kita terlihat seperti tamu di rumah sendiri dan segudang persoalan lain yang belum terselesaikan. Olehnya itu yang harus dipahami bahwa merdeka dari penjajahan bukan berarti perjuangan kemerdekaan telah berakhir, karena sesungguhnya itu hanyalah salah satu tugas yang telah diselesaikan oleh pendahulu dan tak bisa dipungkiri tabiat dasar dari perjuangan memang panjang,  bagai tongkat estafet yang akan terus berlanjut dan kini diberikan kepada kita dengan tantangan dan bentuk perjuangan yang berbeda.

Yang Kedua, Memiliki rasa optimisme serta menanamkan mental pejuang. Kita mungkin masih ingat kata-kata ini, “ Berikan aku seribu orang tua maka akan kucabut gunung Semeru hingga akar-akarnya akan tetapi berikan aku sepuluh pemuda maka akan kuguncangkan dunia”. Ini adalah perkataan Bung Karno yang sarat akan ruh optimisme, perkataan tersebut bukan hanya sekedar angin belaka akan tetapi benar-benar dibuktikan  dengan hasil dari perjuangan yang kini kita nikmati. Rasa pesimis, itu adalah penyakit yang banyak diderita anak bangsa saat ini bahkan ada diantara kita yang menganggap Indonesia menjadi sejahtera itu adalah sebuah mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan. Padahal mereka lupa bahwa dahulu di awal kemerdekaan Indonesia menjadi negara yang berpengaruh di kancah internasional. Kalau ditelaah bahwa ternyata kemerdekaan bangsa ini  pernah   diimpikan seorang Patih Majapahit, Gajah Mada di ratusan tahun lalu yang berusaha menyatukan nusantara. Kalau seorang Gajah Mada saja yang ratusan tahun lalu yang  tetap berjuang dan optimis dengan mimpi menyatukan nusantara  maka kita sebagai orang-orang yang telah menjadi bagian dari mimpi Gajah Mada maka harus lebih optimis dan mempunyai mimpi serta visi untuk memperjuangkan kemerdekaan kesejahteraan Indonesia. Sebab itu bukanlah  sebuah hal yang mustahil bahwa ia akan terwujud karena buktinya kita saat ini adalah bagian dari mimpi dan visi pendahulu kita. Hal ini sesuai sebagaimana perkataan Hasan Al Banna yang menyebutkan bahwa Kenyataan hari ini adalah mimpi hari kemarin dan mimpi hari ini adalah kenyataan hari esok.

Yang Ketiga, Proaktif mengisi kemerdekaan dengan tindakan nyata. Rasulullah SAW bersabda Khairunnas Anfahum Linnas ( Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain), hadist ini paling tepat menggambarkan tentang maksud dari proaktif dalam tindakan nyata. Jika kita membaca Sirah Nabawiyah kita akan menemukan bagaimana Rasulullah SAW adalah orang yang paling proaktif mengisi perjuangannya dengan tindakan kebaikan yang nyata melalui keteladanan akhlaknya yang mulia. Rasulullah SAW tidak hanya menggunakan kemampuan beretorika yang fasih atau hanya sekedar menyampaikan wahyu lantas diam dan tidak berbuat apa-apa, akan tetapi Rasulullah SAW terus mengisi perjuangannya dalam menyebarkan syiar Islam dengan melakukan tindakan sosial yang patut dijadikan contoh, seperti menjenguk tetangga yang sakit, berbuat baik kepada pengemis buta walaupun pengemis itu selalu yang menghinanya setiap hari.Hal itu terus dilakukan sehingga seluruh hidupnya terisi dengan perjuangan bukan terisi dengan keluhan. Maka akhir dari semua itu Allah menyampaikan wahyu terakhir-Nya dan memberikan apresiasi kepada perjuangan Rasulullah SAW dengan meridhoi Agama Islam serta menyempurnakan risalah-Nya menjadi paripurna. Jika kita kaitkan perjuangan Rasulullah SAW dengan perjuangan para pahlawan Indonesia, maka kita akan menemukan sisi kemiripan dalam hal mengisi perjuangan dengan tindakan nyata, misalkan kita bisa melihat bagaimana Bung Karno ketika diasingkan di Bengkulu di tahun 1938, beliau mengisi aktifitasnya dengan tindakan positif yaitu membagikan ilmunya kepada pemuda-pemuda Bengkulu. Inisiatif seorang Haji Samanhudi di tahun 1905 untuk membentuk organisasi Sarekat Dagang Islam yang bertujuan untuk memperjuangkan peningkatan kualitas ekonomi pedagang muslim pribumi agar dapat bersaing dengan pedagang Cina. Semua aktifitas itu akhirnya  menjadi tiang penyangga yang menguatkan visi kemerdekaan dan menjadi jalan pembuka menuju Indonesia Merdeka.

Demikian kiranya yang harus kita pahami dalam memaknai sebuah kemerdekaan. Kemerdekaan 17 Agustus 1945 hanyalah langkah awal dari sebuah perwujudan visi untuk melepaskan diri dari penjajahan bangsa asing yang tertanam dan diperjuangkan kurang lebih selama 350 tahun. Tugas itu kini berada dipundak kita untuk  terus dilanjutkan hingga terwujudnya cita-cita kemerdekaan Indonesia. Olehnya itu Kencangkan ikat pinggang, singsingkan baju, teruslah berjuang dan jadilah pahlawan. Dirgahayu ke-70 Republik Indonesia, Merdeka!. 

Sudah dirilis di Malut Post Edisi Sabtu 15 Agustus 2015.